(Hampir) Menjadi Dewasa
#LisTalks Ep. 2 — 2021
This one’s the so-called “Almost Adulting Remnants” – Sebuah Catatan untuk Luka Batinku.
Mengapa 'luka batinku'? Karena aku takkan tumbuh dewasa bersamanya.
Aku menyadari bahwa...
#1 – Menjadi dewasa itu adalah pilihan sulit yang kita tidak pernah sadar kapan itu dimulai.
Mungkin ini menjadi alasan bahwa tidak semua orang mau memilih menjadi dewasa. Proses menjadi dewasa memang sulit, apalagi jika harus merombak skala prioritas dalam hidup dan menghadapi kondisi yang memaksa kita untuk bertanggung jawab secara penuh atas pilihan-pilihan di hidup kita.
“Belajar kalau semua pasti ada konsekuensinya,” adalah kutipan yang sangat membekas di diriku. As an amateur adult, masih banyak hal-hal yang mungkin belum bisa aku sacrifice hanya karena kurasa hal itu membuatku senang.
Nevertheless, caraku meringankan anxiety dalam memikirkan hal-hal seperti itu adalah: yakinilah kalau semuanya butuh proses, dan batin akan menjadi lebih tenang. Ketika masih mencemaskan sesuatu, itu berarti bahwa kita masih hidup dan menjadi manusia yang belajar. Aku percaya kalau di luar sana pasti banyak teman dan sahabatku yang juga merasa sendirian, anxious, dan takut. Di sinilah peran teman, keluarga, dan tim untuk selalu mengingatkan kita kalau ada blunder di diri kita supaya jadi pelajaran yang selanjutnya kita perbaiki. Sadarlah kalau manusia itu tempatnya salah. It’s really normal, and let’s own it to learn. Sangat penting untuk mengingatkan satu sama lain dengan kalimat, “It’s okay to not be okay”.
#2 – We’re not obligated to please everyone.
Pasti akan selalu ada orang-orang yang tidak suka dengan pilihan-pilihan yang kita ambil. Namun, persepsi orang terhadap diri kita bukanlah tanggung jawab kita sama sekali. We will always be the villain in someone else’s story. Maka dari itu, selalu berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain itu adalah salah satu hal yang paling penting, dari hal yang paling kecil dan sederhana seperti kata-kata “tolong”, “maaf”, dan “terima kasih”.
Ingatlah, tidak semua lingkungan mau menerima kita dengan baik.
Sulit sekali jika lingkungan di mana kita hidup belum siap menerima pilihan kita untuk menjadi dewasa. Terkadang, ketika kita sedang berproses untuk menjadi lebih baik, kita sering sekali dianggap ‘kaku’; ga seasik dulu. Padahal, pada kenyataannya, manusia akan selalu mengubah skala prioritasnya seiring waktu, dan itu benar-benar menjadi hal yang sangat, amat, wajar.
It’s a painful truth. Namun, memang itu adanya. People don’t come and go. People come and grow.
#3 – Semua yang kita punya akan berakhir; momen, memori, diri, dan semua orang yang kita sayangi.
Suatu hari, semua yang kita punya akan hilang dan takkan kembali. Menyadari kalau waktu itu tak bisa di-rewind seperti kita sedang menonton film atau memutar lagu kesayangan kita. Yang terjadi di masa lalu hanyalah dua hal: pelajaran, atau penyesalan. Nothing in between. Pelan-pelan, kita bisa mencoba belajar untuk lebih be in the moment; tidak mencemaskan masa lalu maupun masa depan.
The only way out is to go through.
Mencoba untuk percaya kalau suatu hari kita akan berhasil melewati semua ini.